Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

BOBBY BELUM TERBITKAN REKOMENDASI TUTUP TPL

November 17, 2025 | November 17, 2025 WIB Last Updated 2025-11-17T10:09:19Z
Jakarta - Air limbah pabrik bubur kertas PT Toba Pulp Lestari dari Desa Pangombusan, Porsea, Toba, Sumatera Utara kini meresahkan masyarakat. Mesin turbin Pembangkit Listrik Tenaga Air/PLTA Asahan juga terganggu.

Masalah utamanya, air Sungai Asahan yang bersumber dari Danau Toba sudah tercemar air limbah pabrik bubur kertas selama 35 tahun lebih.Tapi, keresahan masyarakat di aliran Sungai Asahan hingga Tanjung Balai, Asahan dibungkam pengusaha oligarki PT Toba Pulp Lestari/TPL lewat tangan pejabat negara. Konon, uang tutup mulut para pejabat yang berkompeten mencapai ratusan miliar rupiah.

Uang tutup mulut pejabat berapa pun besarnya tidak masalah buat pengusaha oligarki PT TPL. Sebab, keuntungan yang dimiliki pengusaha oligarki Sukanto Tanoto dari hasil produksi PT Inti Utama Indorayon hingga berubah jadi PT TPL Tkb selama 40 tahun diperkirakan mencapai ribuan triliun rupiah.

Eksploitasi hutan alam di Tanah Batak dengan ijin konsesi hutan yang dikantongi PT TPL seluas 167.912 hektare.Ditambah ribuan hektar tanah penduduk masyarakat adat dengan perjanjian bagi hasil yang menggiurkan.

Tapi, anehnya Badan Pertanahan Nasional/BPN tidak bisa memastikan berapa total luas lahan penduduk masyarakat adat yang dimanfaatkan PT TPL.Dengan alasan klasik, pemilik lahan dan PT TPL tidak meminta persetujuan atau ijin dari BPN.Alas hukumnya hanya surat perjanjian antara kedua belah dengan persetujuan Kepala Desa setempat.

Padahal, sesuai UU Agraria nomor 5 tahun 1960, Kepala Desa maupun Lurah tidak memiliki kewenangan tentang masalah pertanahan.Hal itulah yang dipersoalkan Bupati Tapanuli Selatan Gus Irwan Pasaribu, SE, Ak, MM, CA.

Sedang bupati Toba, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Samosir, Dairi, Pakpak Bharat dan Simalungun dininabobokan keputusan dari Kementerian Kehutanan yang memberikan ijin konsesi hutan kepada PT TPL.Artinya, lepas tangan atas adanya perjanjian pemilik tanah dengan pihak PT TPL.Padahal, sebagai kepala daerah seharusnya turun ke lapangan melihat konflik kepentingan masyarakat adat dengan pengusaha oligarki PT TPL.Apalagi sudah merambah hutan alam yang selama ini menjadi tangkapan air untuk lahan pertanian penduduk.

Keberpihakan kepala daerah baru mencuat setelah terjadi sengketa tanah seperti di Dusun Natinggir, Borbor, Toba dan Desa Sihaporas, Sidamanik, Simalungun.Bupati Toba dan Bupati Simalungun tidak menunjukkan empati kepada masyarakat adat yang dirugikan pihak PT TPL. Dengan alasan klasik, pihak kepala daerah tidak terlibat dalam perjanjian kedua belah pihak yang bersengketa.Alih-alih terjadi bentrokan fisik antara masyarakat dengan petugas lapangan PT TPL.Bantak korban luka berat tak bisa dihindari.

Akumulasi masalah akibat operasional PT TPL yang merugikan masyarakat, lingkungan hidup dan kerusakan alam di Tanah Batak akhirnya memuncak: Unjuk rasa damai di kantor gubernur Sumatera Utara dengan masa sekitar 13.000 orang.Bertepatan dengan peringatan hari Pahlawan Nasional, 10 Nopember 2025.

Peserta unjuk rasa damai yang bersejarah itu dikoordinasikan Sekretariat Gerakan Bersama Oikumenis untuk Keadilan dan Ekologis Sumatera Utara.Mayoritas peserta memang unsur HKBP dari beberapa Distrik, para pendeta, diakones, akademisi dan aktivis mahasiswa Universitas HKBP Nommensen Medan dan STT HKBP Nommensen Pematang Siantar.Jumlahnya mencapai 5.000 orang.

Tapi, para suster dan pastor Katolik, ulama dan muslimat dari Tapanuli Selatan, penganut aliran kepercayaan agama Parmalim, Organisasi Kemasyarakatan GMKI, GMNI, Horas Bangso Batak/HBB, Forpemas Habornas, pendamping masyarakat Sihaporas, pemerhati dan pegiat lingkungan juga berperan penting dalam aksi damai yang melumpuhkan akses masuk ke kantor gubernur Sumatera Utara Jalan Diponegoro, Medan.

Walaupun Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution tidak bisa menerima perwakilan aksi damai yang menuntut penutupan operasional PT TPL karena berada di Istana Negara Jakarta, tuntutan pengunjuk rasa ditampung Wakil Gubernur Surya didampingi Plt Sekretaris Daerah Sulaiman Harahap. 

Bobby Nasution kemudian angkat bicara:
Dalam masalah PT TPL, pihaknya hanya bisa memberikan rekomendasi kepada Menteri Kehutanan Raja Jajuli Antoni agar operasional PT TPL ditutup.Namun, hingga hari ini rekomendasi yang dijanjikan Bobby Nasution kepada Pers belum terealisasi.

Padahal, para pengunjuk rasa damai mengharapkan agar terhitung 10 Nopember 2025, Bobby Nasution sudah menanda tangani rekomendasi kepada Menteri Kehutanan agar operasional PT TPL ditutup.

Jika tuntunan masyarakat atas penutupan PT TPL dibiarkan tetap mengambang, bukan tidak mungkin unjuk rasa damai jilid II bakal melumpuhkan kantor gubernur Bobby Nasution kembali.Karena itu, pemerintah harus bijak merespons unjuk rasa damai yang begitu besar dengan dihadiri pucuk pimpinan HKBP Pdt Dr Viktor Tinambunan, M.ST.Semoga.


( Hardi / Ludin.P )
×
Berita Terbaru Update