Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Mengenang Perjuangan Raja Sijorat VIII: Pahlawan dari Toba Habinsaran

Oktober 07, 2025 | Oktober 07, 2025 WIB Last Updated 2025-10-07T05:14:17Z
Jakarta, detikNewstv.com -
Tarnama Institut dan Forum Jurnalis Batak mengundang siapa saja yang tertarik dan ingin berpartisipasi dalam Focus Group Discussion (FGD) yang  membahas tentang perjuangan Raja Sidjorat VIII Pun Tua Raja Pandjaitan, seorang pejuang di tanah Batak. Acara ini  diselenggarakan Senin, 6 Oktober 2025. Waktu: 13.00-17.30 WIB.Tempat Ruang Tiopan, Universitas Mpu Tantular, Jalan Cipinang Besar No 2 Jakarta Timur. 

FGD ini merupakan bagian dari upaya untuk mengkaji lebih lanjut tentang peran Raja Sijorat VIII dalam sejarah perjuangan bangsa. Hasil diskusi nantinya akan digunakan sebagai bahan untuk seminar yang akan diselenggarakan pada tanggal 28 Oktober 2025 di Universitas Mpu Tantular.

Raja Sijorat VIII adalah sosok pemimpin yang luar biasa.Terkenal karena keberaniannya dan semangat juangnya yang tak tergoyahkan.Dia memimpin rakyatnya dengan gigih dalam perjuangan mempertahankan tanah leluhur, adat istiadat, dan budaya Batak yang luhur di Toba Habinsaran, Tapanuli. Perjuangannya dimulai pada 24 Agustus 1878, ketika  memimpin pasukannya dari Negeri Sitorang untuk melawan penjajahan Belanda. Meskipun menghadapi tantangan besar dan pasukan yang lebih kuat, semangat juang Raja Sijorat VIII dan pasukannya tidak pernah pudar.

Perlawanan yang dilakukan Raja Sijorat VIII dan pasukannya terdiri dari dua tahap penting yaitu pada tahun 1878 dan 1883. Keduanya merupakan bukti nyata keberanian dan keteguhan hati mereka dalam menghadapi musuh penjajah Belanda. Meskipun pada akhirnya Balige jatuh ke tangan Belanda, perjuangan mereka tidak sia-sia. Mereka telah menunjukkan contoh yang luar biasa tentang pentingnya mempertahankan tanah air dan budaya dengan gigih dan penuh keberanian.

Kisah heroik Raja Sijorat VIII dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda dan masyarakat luas. Melalui seminar ini, kita dapat lebih menghargai dan menghormati perjuangan para pahlawan yang telah berkorban demi kemerdekaan dan keutuhan bangsa. Semoga semangat juang mereka terus hidup dalam hati kita semua.

Pada tanggal 8 Agustus 1883, Raja Sijorat VIII memimpin pasukannya yang berjumlah sekitar 2.000 personal, termasuk 20 pejuang suku Aceh sebagai penasihat militer, dalam sebuah serangan terhadap benteng Belanda di Simanangking Laguboti. Ini merupakan bagian dari perjuangan panjang Raja Sijorat VIII melawan Belanda yang telah dimulai sejak tahun 1878.

Raja Sijorat VIII kemudian mengirimkan "Oorlogsverklaring" atau maklumat perang kepada Belanda di Simanangking Laguboti  tanggal 24 Agustus 1883. Maklumat perang ini, yang ditulis di sekerat bambu dan digantungkan di pohon dekat tangsi Belanda dalam bahasa Batak, menyatakan, bahwa Raja Sijorat VIII siap perang habis-habisan melawan Belanda. Isi maklumat ini tidak diabaikan oleh Belanda.

Pada malam hari yang sama, seorang prajurit penjaga tangsi Belanda bernama Kertodongso tertembak dan menderita luka berat. Peristiwa ini memicu reaksi keras dari Belanda. Dua hari kemudian,  tanggal 26 Agustus 1883, pasukan Belanda di bawah komando Kapten Haver Droeze bergerak ke Sitorang dengan pasukan sekitar 2.000 orang, lengkap dengan persenjataan berat dan artileri.

Pasukan Belanda menempuh perjalanan panjang, melewati berbagai wilayah, termasuk sungai Aek Simare-mare, Laguboti, Pintubosi, Sigumpar, Pintubatu, dan Silaen. Banyak huta yang dilalui oleh pasukan Belanda yang tidak melakukan perlawanan dan malah menaikkan bendera putih sebagai tanda menyerah.

Namun, ketika pasukan Belanda tiba di Sitorang, mereka dihadapi oleh perlawanan sengit dari pejuang Batak. Meskipun berjuang dengan gigih, pejuang Batak akhirnya kalah karena persenjataan yang tidak seimbang dengan Belanda. Hampir semua huta-huta di Sitorang dibakar habis, termasuk padi dan ternak. Perlawanan pejuang Batak menjadi lemah dan kendor setelah beberapa minggu bertempur sengit.

Setelah tiga hari tiga malam dikepung, huta Raja Sijorat VIII di Lumbantor, Sitorang, akhirnya jatuh ke tangan serdadu Belanda. Rumah kesaktiannya dibakar setelah dijarah dan harta bendanya, termasuk batangan emas dan barang pusaka lainnya, dibawa oleh Belanda. Meskipun Raja Sijorat VIII sempat ditawan, dia berhasil melarikan diri dan melanjutkan perjuangannya melalui perang gerilya di daerah Habinsaran hingga Asahan.

Raja Sijorat VIII juga menggunakan strategi baru dengan memanfaatkan agama Parmalim sebagai sarana untuk melakukan gerakan bawah tanah. Perjuangannya tidak hanya terbatas pada pertempuran fisik.Tapi juga melibatkan strategi politik dan sosial untuk memobilisasi dukungan rakyat.

Karena itu, Tarnama Institut dan Forum Jurnalis Batak (FORJUBA) Jakarta mengadakan Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas peran Raja Sijorat VIII dalam sejarah perjuangan bangsa.
 Seminar ini diharapkan dapat menjadi platform untuk mengkaji lebih lanjut tentang peran Raja Sijorat VIII dan kontribusinya dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda.

Dengan demikian, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan apresiasi masyarakat terhadap sejarah dan budaya Batak. Mengingat pentingnya menghormati dan mengenang tokoh-tokoh perjuangan, kita perlu melakukan upaya untuk mengenal dan mendengungkan kembali tokoh-tokoh tersebut agar tetap dikenang dan tertanam dalam hati masyarakat Batak.


( Hardi.P)
×
Berita Terbaru Update