Kandis, detikNewstv.com -LSM Benang Merah Keadilan secara resmi melaporkan dugaan korupsi anggaran tunjangan perumahan DPRD Kabupaten Siak tahun 2023 sampai 2024 ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
"Sudah kita laporkan secara resmi ke Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung RI atas dugaan korupsi anggaran tunjangan perumahan DPRD Kabupaten Siak," kata Kepala Bagian Analisis dan Pengendali Laporan LSM Benang Merah Keadilan, Chandra Ade Putra Simanjuntak SH, Minggu, (05/10/2025), di sebuah warung kopi.
Ia memaparkan, tunjangan perumahan itu awalnya Rp10 juta per-orang setiap bulan, naik mencapai Rp18 Juta.
"Kenaikannya tidak wajar. Apakah ada rumah di Kota Siak harga sewanya Rp18 juta sebulan? Hanya sewa saja, tanpa biaya listrik, air, pembantu, satpam, dan lainnya. Permendagri menyebutkan, hanya harga sewa saja. Parahnya lagi, diduga tanpa memakai appraisal atau jasa penilai yang sesuai ketentuan yang ada. Justru diakali dengan Produk Kerja KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) agar tampak resmi," kata pria yang berdomisili secara tetap di Kecamatan Kandis itu.
Ia mengatakan, kenaikan itu melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintah Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2007.
"Rumah Jabatan untuk Ketua DPRD Kabupaten/Kota dengan ukuran luas bangunan maksimal 300 m², luas tanah 750 m². Untuk Wakil Ketua DPRD Kabupaten/Kota dengan ukuran luas bangunan 250 m² dan luas tanah 500 m². Untuk Anggota DPRD Kabupaten/Kota dengan ukuran luas bangunan 150 m² dan luas Tanah 350 m²," papar Chandra.
Dijelaskan Chandra, LSM Benang Merah menginvestigasi dan menemukan adanya perubahan Peraturan Bupati (Perbup) terkait tunjangan perumahan anggota DPRD Siak yang terdapat pada Peraturan Bupati Siak Nomor 4 Tahun 2023 tentang Perubahan kedua Atas Peraturan Bupati Siak Nomor 125 Tahun 2017 Tentang Peraturan Pelaksana Peraturan Daerah Kabupaten Siak Nomor 10 Tahun 2017 Tentang Hak Keuangan Dan administratif pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Di perubahan Perbup itu, kenaikan Tunjangan Perumahan menjadi Rp18.365.000 per orang setiap bulannya, dari peraturan sebelumnya yaitu sebesar Rp10.000.000.
Padahal, ada Peraturan Bupati Siak Nomor 13 Tahun 2023 tentang Standar Satuan Harga Dan Upah Kabupaten Siak, dimana harga sewa rumah hanya dipatok sebesar Rp.19.032.800 per tahun atau Rp.1.586.066 per bulan.
Bahkan, pada Peraturan Bupati Siak Nomor 75 Tahun 2024 harga sewa Rumah 1 lantai dengan harga Rp26.575.000 pertahun atau Rp2,2 juta per bulan.
Pemerintah Siak dan DPRD, tegas Chandra, diduga kuat sengaja merugikan APBD Siak tahun 2023 dan 2024 untuk memperkaya anggota Dewan. Dari penelusuran dan analisis ditemukan, tarif tunjangan perumahan yang ditentukan tidak melalui proses appraisal atau proses penaksiran nilai properti.
Pada Laporan Keuangan Siak tahun 2023 dan 2024 Anggaran yang telah diberikan untuk tunjangan perumahan kepada 37 orang anggota DPRD Kabupaten Siak adalah sebesar Rp16.308.120.000. Akibat kenaikan tersebut, menurut Chandra, keuangan negara/daerah dirugikan.
"Bahwa Tunjangan Perumahan pada tahun anggaran 2023 dan 2024 terhadap 37 orang selama 2 tahun diduga telah menimbulkan Kerugian keuangan negara sebesar Rp7.428.120.000," tegas Chandra.
Atas tindakan tersebut, LSM Benang Merah menyimpulkan telah terjadi dugaan Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan Unsur-unsur dalam Pasal 3 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyebutkan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan, dan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
"Selain terhadap 37 anggota DPRD yang menikmati uang tersebut, kita berharap Kejaksaan memeriksa pihak-pihak yang menjabat sebagai Bupati, Ketua DPRD, Sekretaris Daerah dan Sekretaris DPRD, yang mengusulkan, merencanakan, mensahkan anggaran pada tahun tersebut," kata Chandra.
Chandra kembali menegaskan, Perbup tentang kenaikan Tunjangan Perumahan DPRD itu memakai hasil penilaian Sewa BMD yang dilakukan oleh Tim KPKNL Dumai, padahal ada Perbup yang mengatur tentang harga sewa rumah.
"Hal itu kita lihat sebagai salah satu unsur Mens Rea yang terlihat. Ada Perbup tentang harga sewa rumah sebagai acuan, tapi tidak dipakai. Malah sengaja dipakai Hasil Penilaian KPKNL, yang tidak ada kaitannya. Dimana-mana, harusnya memakai KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik). Ini dipakai KPKNL, agar seolah-olah dan seakan-akan legal penilaian itu. Padahal, produk penilaian KPKNL bukan dipakai untuk tujuan itu. Kita percayakan ke penyidik untuk membongkarnya," jelas Chandra.
Dilanjutkannya, meskipun seandainya DPRD Siak memakai KJPP sebagai penilai, namun jika dalam menaikkan Tunjangan Perumahan KJPP melanggar Permendagri, tetap diproses hukum.
"Sudah ada contoh korupsi modus serupa yang sukses hingga dieksekusi Penjara. Seperti di DPRD Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi dan DPRD Natuna Provinsi Kepri. Di Kepri naiknya sedikit, tapi tetap saja masuk penjara termasuk di Jambi. Bahkan di Jambi, KJPP pun ikut diperiksa. Anggota DPRD disana akhirnya melakukan pengembalian. Penegak hukum tidak bisa ditipu meski memakai akal-akalan agar seolah-olah sesuai aturan padahal melanggar. Kita akan mengawal kasus ini," tutup Chandra.
( Ndi )