Jakarta, detikNewstv.com
Pembetukan Tim Gabungan Pencari Fakta/TGPF atas indikasi pelanggaran hak asasi manusia/HAM akibat aktivitas PT Toba Pulp Lestari/PTL selama 40 tahun di Tanah Batak, kawasan Danau Toba dan Tapanuli Raya dinilai HKBP merupakan langkah bersejarah.
Usul pembentukan TGPF tersebut digulirkan dalam rapat kerja dengar pendapat Komisi XIII DPR dengan perwakilan Organisasi Kemasyarakatan/Ormas dari bona pasogit Toba, Ephorus Huria Kristen Indonesia/HKI Pdt Firman Sibarani, MTH dan Ikatan Keluarga Katolik Sumatera Utara.
Di gedung Nusantara DPR, Senayan, Jakarta, 9 September 2025.Rombongan Ormas yang menghadiri rapat kerja dengan Komisi XIII DPR: Perwakilan Masyarakat Adat Dolok Parmonangan, Masyarakat Adat Sihaporas, Masyarakat Adat Natinggir, Masyarakat Adat Natumingka, Masyarakat adat Nagasaribu Onan Harbangan, bersama dengan Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, Justice, Peace, and Integrity of Creation (JPIC) Ordo Kapusin.
Perwakilan Ormas tersebut menyampaikan keresahan dan berbagai pelanggaran HAM yang selama ini dilakukan PT Toba Pulp Lestari (TPL).Karena itu, masyarakat berharap agar DPR segera merekomendasikan penghentian operasional PT TPL di Tanah Batak, Sumatera Utara.Termasuk pembentukan TGPF.
Berkaitan dengan indikasi pelanggaran HAM atas aktivitas PT Indorayon Utama-PT TPL selama 40 tahun ini, Ephorus HKBP Pdt Dr Viktor Tinambunan, M.ST menyabut baik usul pembentukan TGPF. Sekaligus menyatakan kesiapan penuh berpartisipasi aktif.
Baik di kawasan Danau Toba maupun di tingkat pusat Jakarta sebagai manifestasi nyata komitmen gereja dalam memperjuangkan prinsip keadilan berkelanjutan ekologis/alam serta martabat masyarakat adat dan warga Tapanuli Raya.
Dalam surat dukungan pembentukan TGPF yang ditanda tangani Ephorus HKBP di Pearaja, Tarutung, 10 September 2025 menyebutkan, dengan penuh kebanggaan dan kepekaan sosial, langkah para wakil rakyat itu sebagai langkah terobosan konstitusional yang stragis dalam menampung aspirasi publik. Juga merespons secara substantif keprihatinan yang konsisten disuarakan oleh gereja, organisasi masyarakat sipil dan komunitas adat mengenai berbagai bentuk ketidakadilan struktural serta indikasi pelanggaran HAM di daerah kawasan Danau Toba dan Tapanuli Raya.
Karena itu, HKBP berharap TGPF melaksanakan mandatnya secara insklusif dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan khusus dalam mengkaji dampak kerusakan lingkungan, bencana alam/ekologis, konflik sosial dan deforestasi yang ditimbulkan aktivitas PT TPL.
Ephorus HKBP menyerukan dengan penuh kesungguhan kepada pimpinan DPR, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Polri dan seluruh institusi negara yang terkait. Agar secara obyektif, transparan dan integratif mengkaji seluruh bentuk pelanggaran yang terjadi.
Pimpinan HKBP menegaskan pula agar segala bentuk kriminalisasi terhadap warga negara dihentikan dan masyarakat atas tanah leluhur harus dijunjung tinggi.
Dikatakan, masa depan berkelanjutan bagi generasi kini dan mendatang harus dilindungi.
Sebab HKBP meyakini kedaulatan rakyat merupakan pondasi utama kehidupan berbangsa dan bernegara.Karena itu, gereja berkomitmen untuk berdiri teguh bersama masyarakat dalam menegakkan kebenaran, membela keadilan serta memelihara ciptaan Tuhan.Khususnya di Tanah Batak, kawasan Danau Toba dan Tapanuli Raya.
Sebelumnya, Ephorus HKBP Pdt Dr Viktor Tinambunan M.ST memimpin doa bersama merawat bumi di pelataran Monumen Proklamator RT Soekarno-Hatta, Jakarta, 18 Agustus 2025.Juga dihadiri Ketua Umum PGI Pdt Jacklevyn First Manuputy, STh, MA dan tokoh-tokoh Batak di Jakarta.
Pada momen bersejarah itu pula, HKBP Distrik VIII Jakarta sebagai tuan rumah mengeluarkan Deklarasi bersama agar pemerintah di bawah pimpinan Presiden Prabowo Subianto, mencabut ijin operasional PT TPL di Tanah Batak, kawasan Danau Toba dan Tapanuli Raya.
Namun, hingga saat ini belum ada keputusan pemerintah atas tuntutan penutupan operasional PT TPL.
( Hardi.P)