Jakarta, detikNestv.com Gagasan baru ditawarkan Ketua Badan Ekonomi Nasional Jend (Purn) Luhut Binsar Panjaitan, MPA. Lahan yang dimanfaatkan perusahaan bubur kertas PT Toba Pulp Lestari selama 40 tahun agar dialihkan menjadi lahan pertanian produktif dan modern.
Gagasan itu mencuat di tengah gencarnya tuntutan organisasi kemasyarakatan/Ormas dan Huria Kristen Batak Protestan/HKBP agar operasional PT TPL segera ditutup pemerintah.
Sudah 32 Distrik HKBP menyuarakan agar aktivitas PT TPL yang merusak lingkungan hidup dan menimbulkan derita ekologis/alam selama 40 tahun ini.
Seruan HKBP diawali sebuah Deklarasi di pelataran Monumen Proklamator RI Soekarno-Hatta, Jakarta, 18 Agustus 2025. Ephorus HKBP Pdt Dr Viktor Tinambunan, M.ST bersama Ketua Umum PGI Pdt Jacklevyn First Manuputy, MA meminta dengan hormat agar Presiden Prabowo Subianto mencabut ijin operasional PT TPL di Sumatera Utara.
Aspirasi beberapa Ormas dan Ephorus Huria Kristen Indonesia/HKI Pdt Firman Sibarani, M.Th sebenarnya sudah diakomodir Komisi XIII DPR dalam rapat dengar pendapat di gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, 9 September 2025. Tapi, tindak lanjutnya belum membuahkan hasil konkret.
Karena lambannya pemerintah mengambil keputusan atas penutupan operasional PT TPL, muncul peristiwa tragis di Desa Sihaporas (Buttu Pangaturan) Kecamatan Sidamanik, Simalungun, Sumatera Utara, Senin pagi, 22 September 2025.
Tindakan brutal dari petugas keamanan PT TPL dibantu preman bayaran terhadap warga yang mempertahankan tanah masyarakat adat tidak semena-mena dijajah pengusaha oligarki.
Peristiwa tragis itu mengakibat sembilan orang warga, termasuk kaum perempuan menderita luka parah.Mereka terpaksa dirawat di Rumah Sakit Pematang Siantar.
Sebelumnya, juga terjadi penganiyaan terhadap warga Dusun Natinggir, Kecamatan Borbor, Toba.Itu terjadi karena mempertahankan hak tanah masyarakat adat dari keberingasan petugas keamanan PT TPL.
Dalam sidang umum Perserikatan Bangsa Bangsa/PBB di New York, Amerika Serikat, Selasa, 23 September 2025, Presiden Prabowo Subianto tampil dengan suara keras tentang kelestarian lingkungan hidup.Yang menjadi pertanyaan, apakah ada kaitan pidato pemimpin Indonesia itu dengan gagasan yang ditawarkan Ketua BEN Jenderal (Purn) Luhut Binsar Panjaitan, MPA agar seluruh lahan PT TPL dialihkan menjadi lahan pertanian modern?
Jika gagasan yang ditawarkan Luhut Binsar Panjaitan/LBP bisa diwujudkan pemerintah, bukan mustahil Indonesia menjadi lumbung pangan dunia seperti yang gaungkan Presiden Prabowo dalam Sidang Umum PBB.Masalahnya, adakah kemauan politik Presiden Prabowo melepaskan cengkraman kuat pengusaha oligarki PT TPL di jajaran pemerintahan?
Kini, masyarakat di daerah "jajahan" PT TPL sedang menunggu, satu komando dari Presiden Prabowo:
Selamatkan kehancuran lingkungan hidup dan derita luka ekologis/alam yang mendalam akibat aktivitas PT TPL selama 40 tahun.Jika Presiden Prabowo mengeluarkan perintah tersebut, Menteri Kehutanan Raja Jajuli Antoni, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nusron Wahid dan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, tentu akan sulit memberikan laporan yang cuma menyejukkan alias asal bapak senang.
Berbagai masukan sudah disuarakan masyarakat pedesaan yang miskin dan lemah sejak Taipan Sukanto Tanoto mendirikan industri kertas PT Inti Indorayon Utama/IIU di Desa Pangombusan, Toba, Sumatera, tahun 1983.Karena pabrik kertas itu menimbulkan polusi udara dan bau yang menyengat di lingkungan pabrik.Akhirnya, perusahaan berubah menjadi pabrik bubur kertas.Namanya pun berubah menjadi PT Toba Pulp Lestari Tbk. Mulain tahun 2000 sampai sekarang.
Perubahan industri rayon jadi pulp/bubur melalui perjuangan panjang dengan menelan korban jiwa. Masyarakat Porsea didukung perantau demo besar-besaran mengahadang angkutan bahan baku kayu ke pabrik PT IIU sehingga produksi sempat terhenti.
Pimpinan gereja Katolik Uskup Agung Medan Mgr AGP Batubara dan Ephorus HKBP Pdt Dr J Hutauruk juga ikut menyuarakan penutupan operasional PT IIU.Tepatnya, 19 Februari 2003.Jasa Presiden BJ Habibie
Di bawah pemerintahan Presiden Prof Dr BJ Habibie, industri PT IIU resmi berubah jadi PT TPL dengan menghasilkan bubur kertas.Polusi udara di kawasan Toba pun lambat laun teratasi.
Demikian juga bau busuk kayu yang menyengat penciuman, tidak lagi dikeluhkan warga Desa Pangombusan Kecamatan Porsea.
Namun demikian, sejarah kelam yang ditinggalkan perusahaan oligarki PT IIU terulang kembali di tahun 2025.Beberapa peristiwa tragis akibat tindakan brutal petugas keamanan PT TPL menambah lembaran noda hitam.
Mulai dari Desa Natinggir, Borbor, Toba hingga peristiwa di Desa Sihaporas (Buttu Pangaturan), Simalungun jumlah korban luka parah sembilan orang.
Tapi, anehnya proses perkara penganiyaan dengan kekerasan yang dilakukan petugas PT TPL di Dusun Natinggir belum dilimpahkan ke Pengadilan.Jika proses perkara tersebut tidak diingatkan, penyidik Polri bisa menghentikan penyidikan dengan alasan yang tidak masuk akal sehat.
Apalagi tangan-tangan perusahaan oligarki Sukanto Tanoto sudah masuk lingkaran elite Polri dan elite Parpol besar.
Dengan kuatnya pengaruh pengusaha Taipan Sukanto Tanoto di jajaran birokrat dan politisi, pencaplokan tanah masyarakat adat seperti di Desa Natinggir dan Sihaporas dihalalkan dengan sertifikat hak guna usaha/HGU.Padahal, dalam surat keputusan Menteri Kehutanan, 19 April 2004 dan keputusan Menteri Kehutanan, 21 Oktober 2014, luas areal HGU PT TPL dilaporkan seluas 167.912 kektar.Perinciannya sebagai berikut: Di daerah Toba tercatat 11.559 hektar, Tapanuli Utara 48.941 hektar, Simalungun 18.874 hektar, Asahan 1.486 hektar,Tapanuli Tengah 2.662 hektar, Humbang Hasundutan 18.779 hektar, Dairi 4.420 hektar, Samosir 30.657 hektar, Pakpak Barat 2.194 hektar, Tapanuli Selatan 13.265 hektar, Padang Lawas Utara 13.236 hektar, Kota Padang Sidempuan 1.839 hektar.
Di atas kertas begitulah luas areal yang dimanfaatkan PT TPL dalam penanaman pohon eucalyptus.Tapi, luas areal di lapangan termasuk pencaplokan tanah masyarakat adat yang jadi sengketa, luas areal 167.912 hektar bisa saja bertambah lebih dari 100 persen.Untuk itu, perlu audit areal penanaman pohon eucalyptus yang dikuasai pengusaha oligarki PT TPL
Jika audit secara transparan dilakukan pemerintah dan akuntan publik akan terkuak ke publik, apakah ada peraturan yang tumpang tindih dan indikasi manipulasi luas areal yang dimanfaatkan PT TPL.Masalah besar ini juga terkait penerimaan pajak dari industri PT TPL selama 40 tahun.
Melihat dinamika di lapangan dan rentetan peristiwa tragis yang menimpa warga di tanah masyarakat adat, kita mendukung gagasan yang ditawarkan Ketua BEN Jenderal (Purn) Luhut Binsar Panjaitan seperti dipaparkan di awal tulisan ini.Keputusan kini berada di tangan Presiden Prabowo Subianto agar puluhan juta hektar lahan yang dimanfaatkan PT TPL secepatnya dialihkan menjadi lahan pertanian yang produktif dan modern.
Tujuan utama demi terwujudnya impian Indonesia menjadi lumbung pangan dunia.Semoga.
Penulis : Ludin.P/ Hardi .P