Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Apresiasi Putusan MK Tolak Perpanjangan Masa Jabatan Presiden, HNW Berharap MK Juga Konsisten Dengan Tolak Permohonan Sistem Pemilu Tertutup

Maret 02, 2023 | Maret 02, 2023 WIB Last Updated 2023-03-02T14:49:11Z
Jakarta,detiknewstv.com Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan  Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengapresasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan menolak permohonan perpanjangan masa jabatan presiden lebih dari dua periode, serta berharap MK dapat terus konsisten dalam mengawal demokrasi konstitusional dalam perkara2 yang lainnya seperti dengan menolak sistem permohonan pemilu tertutup yang menjadi perhatian publik akhir2 ini.

HNW sapaan akrabnya menyatakan bahwa putusan MK dalam perkara Nomor 4/PUU-XXI/2023 ini sudah sangat tepat dilihat dari sisi manapun, baik secara tekstual konstitusi maupun dari spirit demokrasi dan reformasi yang melatarbelakanginya. “Secara tekstual, Pasal 7 UUD NRI 1945 sudah sangat jelas mengungkapkan masa jabatan Presiden maksimal hanya dua periode, dalam Pemilu yang diselenggarakan 5 tahun sekali diatur dalam pasal 22E ayat (1). Sehingga tidak bisa diiklankan lagi,” ujarnya.

Ketentuan Pasal 7 UUD NRI 1945 berbunyi, 'Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.'

Sedangkan dari sisi latar belakang atau original intent, HNW menuturkan bahwa kesulitan tersebut merupakan spirit dari reformasi yang ingin mengawal demokrasi, agar terjadi pergantian kepemimpinan, sehingga tidak menciptakan kekuatan tanpa batasan yang bisa membonsai demokrasi/hak2 keadilan Rakyat, menghadirkan KKN dan kediktatoran sebagaimana sebelumnya “Ini sejalan dengan amanat reformasi dan juga mengawal demokrasi substantif, agar bisa terus berjalan dengan baik di Indonesia, menjauhi bangsa dan negara dari kekuasaan absolut akibat tidak adanya kekerasan masa jabatan Presiden, yang bisa hadirkan KKN dan diktatorisme,” ujarnya.

Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini berharap sikap MK dalam mengawal agenda reformasi dan demokrasi konstitusional yang termaktub dalam Pancasila dan UUD NRI 1945 juga konsisten diterapkan dalam perkara-perkara sejenis yang lain. Seperti yang terkait dengan materi uji permohonan yang ingin mengarahkan perubahan sistem pemilu ke tertutup tidak lagi sistem terbuka sebagaimana keputusan MK yang diterapkan dalam beberapa pemilu terakhir.

“Upaya- upaya untuk mengubah dari sistem terbuka ke tertutup yang dapat berdampak pada kemunduran praktek demokrasi, harus diperhatikan dan juga dicegah oleh MK. Jangan sampai MK dinilai sebagi ikut serta sebagai pihak yang melakukan “set back” berdemokrasi itu. Konsistensi sikap MK yang dulu memutuskan dan mengubah sistem pemilu tertutup jadi terbuka itu harus ditetapkan dan dilanjutkan. Konsistensi MK seperti itu selain diapresiasi publik sebagaimana putusan MK sebelumnya yang menolak saran Presiden 2 kali bisa maju sebagai Cawapres, konsistensi MK memegangi ketentuan Konstitusi itu akan membantu memulihkan marwah dan kepercayaan Publik terhadap MK,” jelasnya.

Konsistensi yang dimaksud oleh HNW adalah sikap MK yang dulu pada tahun 2008 juga pernah mengadili hal serupa. Lalu, MK memutuskan mendorong agar sistem pemilu tidak tertutup lagi, tetapi diubah menjadi sistem terbuka, karena lebih demokrasi dan konstitusional sejalan dengan ketentuan Pasal 1 ayat (2) berkaitan dengan kedaulatan rakyat dan pasal 22 ayat (2) bahwa yang dipilih oleh Rakyat adalah anggota DPR, DPRD dst bukan memilih Partai Politik.

Dengan sistem terbuka, lanjutnya, Rakyat pemilik kerugian dan hak pilih, bisa mengetahui siapa yang akan dipilihnya dan siapa yang akan mewakilinya di DPR. Bukan hanya memilih Partai tetapi tidak tahu dan tidak mengenali apalagi mempercayai calon wakil mereka di Parlemen. Itu jadinya seperti “membeli kucing dalam karung”, tidak memenuhi hak Pemilik kedaulatan dan hak pilih.

HNW berpendapat bahwa sistem tertutup jelas tidak mencerminkan prinsip demokrasi yang diatur oleh UUDNRI 1945, juga tidak sejalan dengan semangat Reformasi. Mengubah dari sistem terbuka menjadi tertutup, selain tidak sesuai dengan sifat keputusan MK yang final dan mengikat, juga akan membawa Demokrasi di Indonesia mundur ke belakang sebelum tahun 2008.

“Hal yang harusnya dihindari, apalagi Pemilu 2024 akan bertemu dengan calon pemilih terpilih adalah dari kalangan Milenial/generasi Z yang kritis tapi juga apatis. Dengan keputusan MK menolak perpanjangan masa jabatan Presiden melebihi 2 periode, diapresiasi itu, seharusnya MK konsisten menjadi bagian yang memajukan Pemilu yang demokrasi dan konstitusional, bukan malah membuat Pemilu jadi mundur dengan mengabulkan/melaksanakan sistem tertutup, sebagaimana dipraktekkan di Indonesia sebelum tahun 2008, ” Pungkasnya



Tim Redaksi 
×
Berita Terbaru Update