Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Aksi Diam di depan Istana Presiden, tanggal 2 Februar 2023NomorHal

Februari 02, 2023 | Februari 02, 2023 WIB Last Updated 2023-02-02T11:45:43Z

JSKK (Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan) e-mail: jskk indonesia@gmail.com Website: http://www.aksikamisan.net

Kepada
Yth. Presiden Republik Indonesia
Bapak Ir. H. Joko Widodo
Di Jakarta
402/Surat Terbuka JSKKA/2023
34 Tahun Tragedi Talangsari: Perintahkan Jaksa Agung
Bentuk Tim Penyidikan Pelanggaran HAM Berat
Dangan hormat,
i terjadi
Melalui surat ini, kami mengingatkan Bapak Presiden bahwa tahun ini, genap sudah 34 tahun berlaku sejak tragedi kemanusiaan Talangsari ter
di Lampung pada tanggal 7 Februari 1989. Selama lebih dari tiga dekade, korban dan keluarga korban terus menerus dihadapkan pada penolakan
Negara untuk mempertanggungjawabkan dosa masa lakunya secara hukum. Hak mereka atas keadilan terus dinegasikan dengan berbagai upaya
"ouci tangan pemerintah, termasuk melalui pembentukan tim Penyelesaian non-yudisial Pelanggaran HAM Beral masa lalu (PPHAM) yang
berpotensi semakin menguatkan impunitas dan menegasikan hak korban dan keluarganya atas keadian dan ketidakberulangan peristiwa.
1
Penyelidikan pro-justitia Komnas HAM mencatat lebih dari 300 orang menjadi korban dalam peristiwa Talangsari, termasuk 130 korban tewas dan
46 korban penyiksaan dalam operasi yang dilakukan oleh aparat militer. Berkas penyelidikan tersebut telah diserahkan oleh Komnas HAM ke
Kejaksaan Agung, namun selama bertahun-tahun tidak ada tindak lanjut dari Jaksa Agung untuk melakukan penyidikan atas kasus pelanggaran
HAM berat Talangsari. Kejaksaan Agung terus berdalih mengenai ketidskoukupan buki. Alih-alih melakukan proses hukum, pemerintah melalui Tim
Terpadu Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan justru menginisiasi Deklarasi Damai yang dilakukan secara sepihak dan
menolak permintaan korban untuk menuntaskan tragedi Talangsari secara hukum. Deklarasi tersebut tidak memiliki dasar hukum dan dinyatakan
oleh Ombudsman Republik Indonesia (ORI) sebagai maladministrasi karena bertentangan dengan UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM
2.
Hingga saat ini, kami melihat bahwa keadilan bagi korban di mata penguasa bukanlah sebagai hak yang harus dipenuhi, melainkan sebagai
komoditas yang diperjualbelikan. Hal ini bahkan dipertontonkan oleh Menkopolhukam Mahfud MD melalui akun Twillemya, di mana ia mengunggah
karikatur yang memperlihatkan seorang anak kecil meminta keadilan kepada seorang laki-laki, yang menjawabnya dengan "Minta... minta belir
Unggahan tersebut mengesankan bahwa pejabat publik meremehkan penderitaan masyarakal, termasuk korban kejahatan kemanusiaan, dan
menjadikan perjuangan mereka menuntut keadilan sebagai lelucon belaka. Padahal, sebagai negara hukum, sudah seharusnya pemerintah
memenuhi kewajibannya untuk menghadirkan keadilan bagi semua orang. Dalam konteks pelanggaran HAM berat, Negara berkewajiban untuk
melakukan tanggung jawabnya dengan memastikan penyidikan yang efekt, independen, dan transparan, serta melakukan penuntutan terduga
pelaku pelanggaran HAM di pengadilan guna menjamin adanya akuntabilitas dan jaminan ketidakberulangan peristiwa di masa depan.
Bapak Presiden yang kami hormat
Menuntaskan pelanggaran HAM berat secara berkeadilan-yang adalah janj Bapak Presiden sejak Pemilu 2014- memerlukan lebih dari sekedar
pengakuan, penyesalan, ataupun acara seremonial seperti mengunjungi korban dan melakukan kenduri atau zikir bersama. Kesungguhan
g konkrit sebagaimana telah diatur di
pemerintah untuk menuntaskan kasus-kasus kejahatan masa lalu harus dibuktikan dengan langkah hukum yang kor
dalam UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Tanpa adanya akuntabilitas, pengakuan Bapak Presiden tidaklah berarti apapun bagi korban yang
selama puluhan tahun menanti keadilan dan pertanggungjawaban Negara atas perkara pelanggan HAM berat. Kami mengingatkan Bapak Presiden
hak-hak korban secara menyeluruh dan tanpa terkecuali.
bahwa pemerintah berkewajiban memenuhi hak-h
Sehubungan dengan hal tersebut, kami mohon Bapak Presiden untuk
Segera memerintahkan Jaksa Agung membentuk Tim Penyidik ad hoc sesuai mandat Pasal 21 ayat (3) UU No 26/2000 tentang
Pengadilan HAM untuk menuntaskan Tragedi Talangsari serta kasus-kasus pelanggaran HAM berat lainnya:
Meminta Menkopolhukam Mahfud MD untuk meminta maaf atas unggahan Twitter yang menjadikan perjuangan rakyat mencari keadilan
sebagai lelucon karena hal tersebut bertentangan dengan tugasnya sebagai pejabat publik,
3 Memastikan pemenuhan hak-hak korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat secara elektif, komprehensif, dan menyeluruh,
yaitu hak atas kebenaran, keadilan, pemulihan, dan jaminan ketidakberulangan peristiwa;
4. Menghentikan segala upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat secara non-yudisial karena akan melanggengkan impunitas.
Kamis ke-762
Demikian kami sampaikan, dan atas perhatian Bapak Presiden kami ucapkan terima kasih.
×
Berita Terbaru Update