Johan Aktivis Kampak Papua, Desak Kasus BPHTB, Kajari Timika Mesti Periksa Kepala Bapenda Timika,
Diduga Kerugian Negara Rp 61 M
Johan Aktivis Kampak Papua, Desak Kasus BPHTB, Kajari Timika Mesti Periksa Kepala Bapenda Timika, Diduga Kerugian Negara Rp 61 Miliar. (Timika Papua, 25 Januari 2023)
Papua Timika, Sekjen Lsm Kampak papua membantah pernyataan Kepala Bapenda mimika soal Penerimaan BPHTB, saya geram melihat pernyataan Kepala Bapenda, kalau datang ke tanah amungsa itu, harus kerja jujur, jangan tipu-tipu, kata johan. Johan menjelaskan, apa yang disampaikan oleh pihak Bapenda tidak mendasar, justru pernyataanya merugikan daerah, kalau sudah merugikan daerah, berarti sudah merugikan Negara.
Kami tetap kejar trus karena berdasarkan hasil investigasi dan wawancara kami di lapangan bersama masyarakat, ternyata data yang dipublikasikan oleh Bapenda tidak sesuai, kami juga punya data perusahan soal luas wilayah, Data tentang perhitungan NJOPnya, dan hasil perhitungan yang di sampaikan itu tidak sesuai, jadi data luas wilayah yang dipaparkan oleh Kepala Bapenda itu bohong, tandas johan.
Kampak meminta kepada Kejaksaan Negeri Timika supaya tindak lanjutin laporan masyarakat , saya kira masyarakat sudah melaporkan ke kejaksaan negeri Timika, kenapa tidak tindak lanjutin, kami akan mempertanyakan itu di kejaksaan, kalau tidak kami akan lanjutkan laporannya ke Kejaksaan Agung RI di jakarta, kami tidak main – main dengan laporan tersebut karena kami menduga banyak sekali mafia pajak di lungkungan
Bapenda, kerugian negaranya tidak kecil, jadi jangan main-main soal aset Negara, Johan memaparkan, saya lihat apa yang disampaikan oleh Kepala Bapenda terkait perhitungan BPHTB untuk PT TAS dengan luas 29.892,5 itu tidak benar, saya kira kalau kita mengacu pada aturan, berarti pernyataan Kepala Bapenda salah prosedur, kalau pake dasar perhitungan keseluruhan pembayaran PBHTB itu perusahan dibebankan luasnya, na, waktu itu pengusulan awal 40.000 Ha, berdasrkan AMDALNYA, tapi dari kemntrian agrarian mengeluarkan luas yang sebenarnya 39.500,42 Ha, dan itu sudah sesuai dengan SPPT PBB P3 (perkebunan) yang dikeluarkan oleh pajak
Pratama, itu data sebenanrnya yang semestinya dipakai sebagai dasar perhitungan PBHTP, bukan perhitungan 29.892,5, kalau pakau dasar ini, itu sudah salah, dan merugikan keuangan Negara.
Saya kira kalau pernyataan pihak Bapenda soal PBB P3 itu memang betul, tapi itukan masih kewenangannya pemerintah pusat di Jakarta, sedangkan kalau Pemerintah daerah Timika sendiri masih mengacu pada Peraturan Daerah, tentang perhitungan PBHTP, jadi harus mengacu pada PERDANYA, krn waktu itu penyerahan ke pemda tgl 1 januari 2013. Kalau benar apa yang disampaikan oleh Kepala Bapenda terkait perhitungan yang sudah sesuai dengan PERDA nomor 16 tahun 2010 kenapa NJOPnya tidak sesuai dengan NJOPnya Pemda Timika. Johan menjelaskan, kasus ini hamper mirip dengan NJOPnya sumber waras di Jakarta, dan Lsm Kampak papua pernah tangani kasus-kasus seperti ini begini, jadi kami pahamlah , pungkas johan.
Johan memaparkan lagi, Yang anehnya, SPPT PBB P3 (perkebunan) yang dikeluarkan oleh Pratama itu beda dengan hasil perhitungan Bapenda dengan menggunakan NJOP 480 rupiah, daerah rugi donk?
Saya kira itu modus saja tu, modus yang dimainkan oleh kepala Bapenda untuk menutupi mafia-mafia pajak di dalam lingkungan Bapenda. Kami menduga hasil perhitungan luas 29.892,5 dengan nilai NJOP 480 rupiah itu direkayasa saja tu,
NJOPnya kecil sekali, tidak sesuai dengan data sebenarnya, kalau nilainya kecil pasti outputnya juga kecil, faktanya setor ke kas daerah hanya Rp 7.171.200.000 milyard, malah setorannya sampai empat kali, mana bukti penyetoranya, kami punya bukti penyetorannya yang Rp 7,1 milyardnya, itu dari nilai NJOP 480 rupianya. Makanya kami curiga kekurangan –kekurangan dari luas seperti ini yang para Penyidik segera selidiki karena pasti kongkalingkong dengan perusahan, tegas johan.
Jadi munurut analisa kami berdasarkan data lapangan, beserta bukti perusahan terkait luasnya, Apa yang disampaikan oleh Kepala Bapenda itu tidak benar, karena kalau mau dilihat, SPPT PBB P3 disitu ada terterai luas Buminya, Nilai NJOPnya, dan di situ ada desa Aindua, kenapa desa aindua tidak masuk dalam data perhitungan, karena desa Aindua itukan masuk dalam wilayah Kabupaten Timika, kenapa tidak masuk dalam data perhitungan, Pemda rugi kalau Aindua tidak masuk dalam perhitungan BPHTB, harus dimasukan biar nilai NJOPnya besar,
Karena yang dimaksd dengan BPHTB transaksi lebih besar, berarti kita pakai transaksi, kalau NJOP lebih besar, berarti kita pakai NJOPnya, itukan ada dalm aturan BPHTP di kabupaten mimika, dan harus sesuai dengan ketentuan Perda, jadi intinya tidak merugikan pendapatan daerah, pertanyaan saya sederhana saja, kenapa Bapenda tidak ambil NJOPnya yang ada di Pratama atau desa aindua yang berlokasi di PT TAS, di situkan ada PBB P2 dan NJOP A2.
Pertanyaan saya lagi, kenapa dinas Bapenda memilih nilai yang paling terkecil, tutup johan.