Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

BUPATI JAYAWIJAYA JOHN RICARD BANUA POTENSIAL AKTOR KONFLIK HORIZONTAL PENEMPATAN LOKASI KANTOR GUBERNUR DI WELESI

Juni 20, 2023 | Juni 20, 2023 WIB Last Updated 2023-06-20T06:04:14Z



JAKARTA. Lokasi Awal Kantor Gubernur ,Dugaan semua orang Kantor Gubernur dan seluruh Kantor penunjang Daerah Otonomi Baru (DOB) Propinsi Papua Pegunungan disediakan oleh John Ricard Banua sebagai Bupati Kabupaten Induk Jayawijaya di Muliama sesuai tupoksi benar begitu dan memang demikian seharusnya. 

Diluar dugaan Kantor Gubernur direncanakan di Muliama, Lembah Tengah Bagian Utara, ditolak warga pemilik Hak Ulayat Tanah setempat padahal lokasi ini jauh hari sudah dibeli John Banua, Bupati Jayawijaya.  

Dipelopori Pemuda, Mahasiswa diikuti masyarakat umum, para Tokoh Adat, Intelektual, menolak Pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungan diatas Tanah mereka. 

Dengan alasan Penyerahan Tanah Muliama, diserahkan kepada Pemerintah (Bupati Jayawijaya), diperuntukkan untuk Pembangunan Kantor Bupati Kabupaten Okika yang sudah mereka perjuangkan sebelumnya. 

Bukan untuk pembangunan Kantor Gubernur, melainkan untuk Kantor Bupati, Kabupaten OKIKA yang sudah lama mereka usul bawa ke Jakarta sejak zaman Presiden SBY. 

Pemerintah tidak saja mengubah usulan mereka dari Kabupaten jadi Kotamadya. Bahkan nama Okika diubah menjadi Baliem Centre, yang itu sekali lagi sudah sejak lama mereke perjuangkan. 

Tokoh-Tokoh Adat Muliama, Lembah Balim Tengah Utara yang luas dan datar, sebagai lokasi ideal pengembangan Kota Kabupaten mereka perjuangkan zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, namun baru disetujui bersamaan pemekaran Propinsi DOB Papua Pegunungan tahun 2022.

B. Lokasi Muliama Ideal

Lokasi Tanah Muliama secara flamenologis, geografis, demografis dan topografis cocok untuk penempatan pembangunan berbagai fasilitas Kantor pemerintahan sesuai keinginan dan harapan Bupati Jayawijaya, John Ricard Banua. 

Demikian harapan Bupati anggaran besar pemerintah Pusat membayar ganti rugi Pelepasan Lahan yang sebelumnya dia bayar dengan nilai lebih tinggi untuk pembangunan Kantor Gubernur Propinsi DOB Papua Pegunungan di Muliama. 

Jauh hari sebelum wacana publik penempatan Kantor Gubernur muncul, Bupati Jayawijaya John Ricard Banua, membeli ratusan hektar tanah disana (Muliama). 

Modus Bupati Jayawijaya John Ricard Banua ini bukan baru dan pertama, sebelumnya pembangunan Kantor Bupati Jayawijaya yang hangus dibakar massa aksi kerusuhan pemilu tahun 2018 hingga hari ini belum pernah rampung selesai bangun juga begitu. 

Modusnya mirip, ketika Kementerian PUPR RI, menawarkan pembangunan kembali Kantor Bupati yang terbakar habis dengan menganggarkan 200 Milyar, Bupati terima bersih, hanya terima kunci, sepenuhnya pembangunan kembali dilaksanakan oleh Kementerian PUPR RI. 

Bupati Jayawijaya John Banua menolak, mau uangnya tapi menolak dibangunkan oleh Pemerintah Pusat, dia ingin bangun sendiri pakai jasa kontraktor Perusahaan miliknya sendiri melalui tangan pihak ketiga. Hasilnya untung besar uang masuk kantong sendiri, kantor tak pernah jadi-jadi sampai hari ini, bermasalah!

Motive utama Bupati John Banua menolak tawaran Menteri PUPR RI membangun Kantor Bupati Jayawijaya uang, dan uang hitung untung-rugi. Uangnya mau tapi menolak pembangunan dilakukan oleh Kementerian PUPR RI. 

Hasilnya sampai hari ini Kantor Bupati Jayawijaya tak pernah jadi-selesai bangun. Patut diduga disini ada korupsi dalam pelaksanaan pembagunan Kantor Bupati Jayawijaya, perlu diperiksa segera oleh KPK RI.

Kasus serupa kembali terjadi dalam penyediaan lahan lokasi penempatan pembangunan Kantor Gubernur di Muliama Lembah Balim Tengah Utara. John Banua ingin Pemerintah Pusat beli lahan dengan harga tinggi diatas Tanah yang sudah dia beli beberapa waktu sebelumnya dilahan itu.

Makanya ketika ada penolakan warga di Muliama penawaran datang dari Masyarakat Adat Welesi dan saat penyerahan Tanah Adat Welesi Bupati Jayawijaya tidak pernah ikut hadir sebagai Bupati Jayawijaya. 

Patut diduga ada manuver, permainan Bupati Jayawijaya John Ricard Banua sebagai aktor dibalik aksi demo penolakan Ibu-Ibu dan anak-anak dari Wouma bertepatan hari kunjungan Wamendagri dan Komisi II DPR RI Pusat tinjau ke Lokasi Kantor Gubernur ditempatkan lokasi di Welesi. 

Dengan iming-iming memberikan kursi jabatan DPRD satu-dua oknum Putra Daerah Welesi dan Wouma “dipakai” untuk menolak Pembangunan Kantor Gubernur diatas lahan Tanah Hibah Lima Kepala Suku Welesi. 

Berbagai manuver oknum pihak ketiga melakukan berbagai upaya menggagalkan. Pertama melalui anak-anak Welesi gagal, kedua melalui Asosiasi Bupati Pegujungan Tengah tetap gagal, terakhir memakai Ketua DPRD Kabupaten Jayawijaya untuk menolak masih gagal.

Pertanyaannya apakah Bupati Jayawijaya John Ricard Banua membeli Tanah ratusan hektar di Muliama dengan uang bernilai ratusan Milyar sebelumnya itu, dalam kapasitas sebagai Bupati Kabupaten Jayawijaya, dalam arti sesuai tugas dan tanggungjawab sebagai penjabat Bupati menggunakan uang pribadi ataukah uang negara dalam arti uang rakyat yang sumbernya dari dana APBD Jayawijaya?

Jika pembelian dan pelepasan Lokasi Tanah Adat MULIAMA (Balim Tengah) menggunakan Uang Ratusan Milyar Rupiah diperuntukkan untuk Pembangunan Kantor Gubernur sesuai tugas dan tanggungjawab sebagai Bupati Kabupaten Induk yang wajib menyediakan lahan, sesuai mekanisme struktur sistem pemerintahan negara, Kabupaten Jayawijaya sentral (pusat) secara budaya dan pemerintahan berkewajiban menyediakan lahan.

Persoalannya apakah Uang Ratusan Milyar Rupiah untuk Pembelian dan Pelepasan Tanah Adat di Muliama itu menggunakan uang pribadi John Banua ataukah uang APBD Kabupaten Jayawijaya dalam kapasitas John Ricard Banua sebagai Bupati Jayawijaya?

Kabupaten Jayawijaya sebagai induk dari 8 Kabupaten pemekaran Propinsi Papua Pegunungan terdiri dari: Kabupaten Yahukimo, Tolikara, Yalimo, Nduga, Pegunungan Bintang, Memberamo Raya, Jayawijaya dan Kabupaten Punjak Jaya, diharapakan menyediakan lahan untuk pembangunan Kantor Gubernur DOB Papua Pegunungan.

Bupati Jayawijaya sebagai Kabupaten Induk tugasnya sudah melekat berkewajiban dan bertanggungjawab menyediakan lahan sebagai lokasi penempatan pembangunan Kantor Gubernur DOB Propinsi Papua Pegunungan.

Ketika UU DOB Pembentukan Propinsi Papua Pegunungan disahkan DPR RI tahun 2022, berikut pengesahan Kota Madya Baliem Centre (usulan sebelumnya Kabupaten OKIKA). Bupati Jayawijaya langsung tinjau lokasi tapi bukan diperuntukkan untuk pembangunan Kantor Baliem Center apalagi sama sekali bukan Kabupaten Okika sebagaimana diinginkan namanya demikian para Tokoh Adat Wilayah Adat Muliama sebelum ini.

Otomatis kunjungan pertama begitu UU DOB disetujui DPR RI, Bupati John Banua tinjau Lokasi Kantor Gubernur di MULIAMA tanpa disangka tiba-tiba serta-merta ditolak warga Pemilik Hak Ulayat Tanah Muliama, bahkan John Banua sendiri diusir dari lokasi oleh Pemilik Hak Ulayat Tanah Muliama. 

Padahal lokasi Tanah Muliama sudah dibayar mahal, dengan prosesi pesta potong babi dalam acara Pelepasan Adat dengan biaya tidak sedikit oleh Bupati Jayawijaya, John Ricard Banua.

C. KPK RI Harus Segera Periksa Bupati Jayawijaya John Ricard Banua

John Banua aktor potensial keseluruhan konflik di Papua Pegunungan. Kedepan siapapun aktor, apapun status dan jabatannya, aktor potensial konflik harus dibersihkan dari Wilayah Papua Pegunungan.

Jika pihak aparat penegak hukum abai dan pihak keamanan diam akan diamankan oleh hukum sosial oleh mayarakat. Konflik horizontal secara massal bukan tidak mungkin sangat potensial terjadi kedepan. 

Melalui satu dua oknum diberbagai media dinarasikan seakan Tanah di Welesi ada masalah, hari ini terbukti tidak benar, dihadapan Wamendagri, Komisi II DPRI RI, PJ Gubernur, Assosiasi Bupati Pegunungan, Dandim Jayawijaya, Agraria, BPN dan seluruh Forkompimda penyerahan Lokasi Tanah Kantor Gubernur Propinsi Papua Pegunungan diatas Tanah 1,8 hektar milik Tanah Adat Welesi, dan 100 Hektar Tanah Adat Wouma secara resmi dan mutlak ditetapkan sebagai lokasi Kantor Gubernur Propinsi Doerah Otonomi Khusus (DOB) Propinsi Papua Pegunungan.

Dalam pertemuan penyerahan secara aklamasi ini nampak terlihat hadir pula aktor potensial konflik selama ini ikut bermain serta hadir diantaranya, Bupati Jayawijaya John Ricard Banua, Bupati Yahukimo sebagai Ketua Asosiasi Bupati Se-Papua Pegunungan, seluruh PJ Bupati 8 Kabupaten dan Bupati aktif hadir menyaksikan Penyerahan Tanah Hibah oleh kelima Kepala Suku Welesi, dan Kepala Suku Wouma.

Pemerintah diwakili Wakil Menteri Dalam Negeri RI, Komisi II DPR RI, PJ Gubernur Papua Pegunungan beserta seluruh jajarannya, Ketua Assosiasi 8 Bupati se-Pegunungan Tengah, Seluruh PJ dan Bupati aktive, serta Bupati Jayawijaya dan seluruh jajannya, Dandim Jayawijaya, Kapolres Jayawijaya, seluruh Kepala Suku, Tokoh Adat dan intelektual, Tokoh Agama, dan Seluruh Masyarakat Pemilik Hak Ulayat Tanah Adat.

Secara resmi didepan umum disaksikan arwah leluhur, alam Jayawijaya, masyarakat pemilik lahan Tanah Adat Welesi, Kepala Wilayah Welesi Yohanes Yelipele dan Usman Wuka menyerahkan Tanah seluas 200 hektar untuk lahan lokasi Pembangunan Kantor Gubernur, MRP, DPRD Papua dan seluruh Kantor Penunjung Pemerintah resmi diserahkan dan sudah diputuskan, ditetapkan Pembangunan KANTOR GUBERNUR dll fasilitas dibangun diatas Tanah Adat Welesi.

Ismail Asso* adalah warga lima suku Welesi yang pertama menawarkan tanah hibah kepada pemerintah untuk pembangunan Kantor Gubernur Propinsi Papua Pegungan.


Sumber penulis: Ismail Asso
×
Berita Terbaru Update