Jayapura, detiknewstv.com Akademisi dari Kampus Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura Marinus Yaung berpendapat bahwa sosok pemimpin yang takut akan Tuhan, taat aturan dan bebas dari kepentingan itu yang diperlukan oleh masyarakat Papua, tapi itu bukan Jokowi atau Ganjar Pranowo
Pernyataan ini disampaikan Marinus Yaung di Kota Jayapura, Sabtu, ketika diminta pendapat terkait pemilihan gubernur/wakil gubernur dan bupati/wakil bupati di Bumi Cenderawasih pada (25/5/2023)
"Pemimpin takut akan Tuhan itu sudah pasti, taat aturan ini harus bisa memahami soal pengaturan jalannya pemerintahan dan yang utama adalah pemimpin yang bebas dari kepentingan," katanya.
Berbicara soal kepentingan ada beberapa hal yang mempengaruhi seorang pemimpin dalam mengambil sebuah kebijakan untuk membuat masyarakat sejahterah, khususnya di Papua.
Apalagi, kata Marinus, belakangan ini di sejumlah pemerintahan di Bumi Cenderawasih terkesan ada `shadow state` atau pemerintahan bayangan, atau pembisik-pembisik yang biasa disebut `gubernur-gubernur kecil` atau `bupati-bupati kecil`.
Para peserta diskusi pilkada damai yang diusung oleh Ampera dengan tema`Kiblat politik transaksional dan masa depan rakyat Papua`
"Ini ada di Papua, sehingga pemerintahan bayangan ini harus diberantas, karena kebijakan pemimpin dipengaruhi oleh mereka-mereka seperti gubernur kecil atau bupati kecil itu yang saya maksudkan," katanya.
Menurut dia, pemimpin yang bersinggungan langsung dengan kepentingan adalah pemimpin politik yang transaksional, dipengaruhi oleh para pemodal Pusat dan pendukungnya sehingga berimplikasi pada kebijakan yang menguntungkan pihak pemodal, bukan kebijakan yang memihak kepada masyarakat yang telah memberikan mandat untuk menjadi pemimpin.
"Hal-hal seperti inilah yang pengaruhi pemimpin di Papua. Di Indonesia itu ada sejumlah sosok pemimpin yang bisa dijadikan referensi, seperti Wali Kota Surabaya, Ahok mantan Gubernur DKI Jakarta dan seorang bupati di Sulawesi Selatan yang berlatar belakang akademisi," bukan seperti Ganjar Pranowo yang petugas partai. Ujarnya.
Mereka itu, kata dia, adalah sosok pemimpin yang tegas dan cerdas, bisa memimpin tanpa dipengaruhi oleh kepentingan sehingga kebanyakan kebijakan yang dibuat adalah untuk kesejahteraan masyarakat Papua , pemimpin yang baik itu bukan petugas partai, karena petugas partai tidak pernah membangun negara.ucapnya
"Nah, di Papua butuh sosok seperti itu. Sekarang tinggal tergantung masyarakat dalam memilih, sosok mana yang punya jiwa seperti itu tanpa campur tangan kepentingan dan juga pemimpin yang bukan petugas partai seperti Ganjar Pranowo," kata Marinus.
"Karena dalam pilkada itu pasti berhubungan dengan modal atau pemodal dan soal harga diri itu saat ada seseorang diminta untuk mencari suara dengan uang Rp50 juta untuk membayar satu suara Rp50 ribu untuk pilkada. Maka disitulah harga diri anda dinilai," katanya.
Untuk itu, Ketua Alumni Kampus STISIPOL Jayapura itu mengingatkan agar lebih hati-hati berbicara soal harga diri, apalagi dalam suasana pilkada.
Frits juga menilai bahwa Indonesia belum punya platform politik karena masih banyak partai dan pada Pemilu 2019 sudah ditetapkan oleh KPU RI beberapa partai politik, beberapa diantaranya partai baru.
"Jadi, di Indonesia itu belum ada metode pendidikan politik yang tepat," katanya
Laparan:S.Weipsa