jakarta detiknewstv.com Pengadilan Negeri Jakarta Barat menggelar sidang perkara pemalsuan dokumen kepemilikan tanah di Cengkareng, Jakarta Barat, Selasa (28/3/2023).
Direktur PT Sedayu Sejahtera Abadi (SSA), Nono Sampono, menjadi saksi dalam perkara pemalsuan dokumen dengan terlapor Supardi Kendi (SK) Budiardjo dan istrinya Nurlela Sinaga.
“Saya datang sebagai saksi, selaku Direktur PT Sedayu Sejahtera Abadi (SSA). Sudah saya sampaikan, baik kepada majelis hakim maupun kepada kuasa hukum, semua pertanyaan sudah saya sampaikan,” kata Sampono Selasa (28/3/2023).
Letjen TNI (Mar) Nono Sampono yang juga Wakil Ketua DPD RI dalam keteranganya di hadapan majelis hakim menjelaskan, alasan melaporkan Budiardjo dan istrinya ke penegak hukum. Pertama, pelaporan itu merupakan reaksi atas empat laporan polisi (LP) yang dibuat Budiardjo pada 2010 dan 2016 lalu.
”Jadi sebenarnya kami yang lebih dulu dilaporkan (oleh Budiardjo, Red),” ungkap mantan Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) tersebut.
Nono mengatakan, laporan pertama yang diajukan Budiardjo terkait dugaan pengeroyokan. Kemudian yang kedua, laporan mengenai dugaan perampasan dan penyerobotan tanah. Ketiga, laporan tentang pencurian.
Ketiga kasus itu dilaporkan Budiardjo pada 2010 silam ke aparat kepolisian. Sedangkan kasus keempat dilaporkan pada 2016, terkait dugaan memasuki pekarangan tanpa izin, membuat akta otentik palsu, dan atau menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik dan atau menghilangkan batas tanah.
”Perkara-perkara (yang dilaporkan Budiardjo, Red) tidak terbukti,” katanya.
Nono menyebut, selama ini Budiardjo yang juga merupakan ketua Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) selalu mengklaim memiliki dua tanah di kawasan lahan properti SSA.
Dua tanah itu masing-masing seluas 2.231 meter persegi dan 548 meter persegi. Dasar klaim itu adalah girik C.1906 Persil 36 dan Girik C. 5047 Persil 30 b.
Padahal, dua tanah yang diklaim Budiardjo itu berada di area tanah SSA, seluas 112.840 meter persegi.
SSA punya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No. 1633 sebagai dasar kepemilikan tanah yang sekarang dibangun kompleks perumahan tersebut.
SHGB itu diperoleh secara sah dari PT Bangun Marga Jaya (BMJ) berdasarkan Akta Jual Beli (AJB) No. 158/2010 tertanggal 9 November 2010.
Atas tuduhan yang tak mendasar itu, Nono menyebut, pihaknya mengalami kerugian materi dan immaterial. Kerugian materi ditaksir mencapai Rp 1 miliar lebih.
Kerugian itu muncul karena tersendatnya pembangunan properti SSA. Sementara kerugian immaterial yakni berupa pencemaran nama baik.
”Budiardjo menggunakan media dan berbagai tudingan yang diarahkan ke kami (SSA), dan kami rasa tudingan itu tidak benar,” terangnya.
Nono menegaskan, jika pihaknya bukan bagian dari mafia tanah sebagaimana dinarasikan selama ini.
Pasalnya, sebagai pengembang itu menyangkut kepentingan banyak orang dan tidak mungkin melarikan diri. Mengingat, sudah dibangunnya properti di tanah yang sudah dibeli secara sah.
”Sebagai pengembang, nggak mungkin kayak mafia tanah yang lari-lari. Kami kan di tempat, nggak kemana-mana. Kami bangun (properti, Red) dan kami jual ke konsumen,” tegasnya. (*)