Polisi menangkap empat orang terkait serangan ke Polres, yakni ISI (42), SES (31), serta dua pelajar berstatus anak berhadapan dengan hukum (ABH) berinisial FA dan DA. Keduanya aktif menyerang polisi dengan kayu dan bambu.
Sebanyak enam Polsek di Jakarta Timur juga diserang massa hampir bersamaan, yaitu:
1. Polsek Duren Sawit
Diserang 30 Agustus pukul 04.30 WIB. Massa melempar molotov hingga kafe di sebelah polsek rusak. Polisi menangkap tiga tersangka, dua di antaranya anak di bawah umur.
2. Polsek Jatinegara
Diserang pukul 23.30 WIB. Dua motor dan satu sepeda Vixion terbakar. Polisi menangkap empat tersangka, termasuk ST yang merekam video provokatif “bakar Polsek Jatinegara” lalu menyebarkannya di media sosial.
3. Polsek Cipayung
Sekitar pukul 01.05 WIB, massa merusak dan menjarah barang. Pelaku DD menarik motor anggota, sementara NR dan YO menyiarkan langsung lewat TikTok sambil melempar batu.
4. Polsek Ciracas
Diserang sekitar 500 orang. Massa mendorong gerbang, melempar batu, hingga menjarah. Polisi mengidentifikasi keterlibatan NR dan YO, pelaku yang sama pada kasus Cipayung.
5. Polsubsektor Cililitan
Pada dini hari 30 Agustus, massa melempar molotov dan menjarah barang, termasuk televisi dan printer. Polisi menangkap AI, RRA, serta penadah WAF.
Polisi menangkap 17 pelaku dari 15 laporan polisi (LP). Sebanyak 14 di antaranya ditetapkan sebagai tersangka. Polisi masih menelusuri kemungkinan adanya aktor yang mengoordinasi atau mendanai aksi tersebut.
Kami akan dalami apakah ada pihak tertentu yang menggerakkan massa. Untuk pelaku anak, kami berkoordinasi dengan Dinas Sosial dan KPAI agar penanganan sesuai UU Perlindungan Anak,” kata Alfian.
Terkait kabar adanya massa yang ditembak polisi, Alfian membantah keras. “Tidak ada tembakan dari petugas. Pelaku yang disebut tertembak justru terkena lemparan batu dari sesama massa. Kami hanya memberi imbauan agar mereka bubar, itu tertuang dalam BAP,” jelasnya.
Dalam insiden ini, dua anggota Polsek Jatinegara mengalami luka serius, salah satunya patah kaki akibat lemparan massa.
Alfian menegaskan peristiwa ini adalah tindak kriminal murni, bukan aksi politik. Media sosial disebut menjadi pemicu, karena provokasi dan siaran langsung di TikTok mendorong massa semakin beringas.
“Mari kita jaga kesatuan dan persatuan. Jangan mudah terprovokasi oleh konten di media sosial. #JagaJakarta,” pungkasnya.
( Anto )